Sejarah Desa Srimulyo

Pada jaman Belanda Desa Srimulyo masih merupakan hutan belantara, kemudian pada perkiraan tahun 1876 oleh Pemerintah Belanda diberikan hak kontrak untuk membabat hutan tersebut kepada Cultuur Onderheming Koy dan Coster di Nederland. Pelaksanaan pembabatan hutan tersebut dilakukan oleh kuli kontrak yang sebagian besar adalah suku Madura.Tanah tersebut kemudian di tanami tanaman karet dan tebu seluas ± 1.547.903 Ha. Ditengah hutan yang telah dibabat tersebut terdapat sebuah mata air yang jernih dan beraroma harum yang disekitarnya hanya di tumbuhi pohon bambu. Dan kemudian perkebunan karet dan kopi tersebut dinamakan Sumber arum, diambil dari penggabungan kata Sumber (mata air yang jernih) dan arum (aroma yang harum).  Perkebunan tersebut memiliki 4 Afdeling (wilayah administratif setingkat kabupaten),yaitu :

  1. Sumber Arum
  2. Gledakan
  3. Darungan
  4. Jengger

Di Sumber Arum di bangun pabrik kopi, sedang di Darungan pabrik karet.

Pada tahun 1942 setelah Jepang berkuasa di Indonesia, perkebunan tersebut di kuasai oleh Jepang, dan ± 600 Ha kebun di babat dan di ganti dengan tanaman jarak, rami, kapas dan jagung. Penduduk banyak yang menderita karena dijadikan Romusha oleh militer Jepang. Setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 perkebunan di kuasai oleh Negara Indonesia.Tanah yang semula di tanami jarak, rami dan kapas kemudian di ganti dengan tanaman jagung dan padi gogo guna membantu kehidupan gerilyawan pejuang untuk memperathankan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia dari Agresi Belanda I. Kemudian pada sebuah pertempuran dengan Belanda, pabrik-pabrik yang ada di bumi hanguskan oleh  Gerilyawan, karena Belanda berusaha merebut kembali. Kebun kopi dan karet di hancurkan dan di babat di jadikan ladang untuk membantu Gerilyawan di wilayah Semeru Selatan (Kelurahan Dampit). Pada tahun 1948 sewaktu pejabat Bupatinya Bapak Sastro Dikoro (bekas Patih di Lumajang) yang berkedudukan di daerah Banjarsari (Desa Kepatihan Ampelgading), di nayatakan bahwa bekas daerah perkebunan yang telah menjadi ladang dan jumlah penduduknya memenuhi syarat, di tetapkan sebagai Desa Darurat yang diberi nama “SRIMULYO”. Maka sampai sekarang dikenal denngan nama “DESA SRIMULYO”

  • Sejarah Pemerintahan Desa
    Sebagai desa di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia Desa Srimulyo sebagaimana desa-desa yang lain disekitarnya adalah merupakan bagian dari wilayah Kecamatan Dampit.  Adapun secara ringkas kondisi pemerintah desa dapat di rinci:
  1. Sebelum UU. No. 5 Tahun 1979 Tentang Desa .

    Pada Saat itu Pemerintahan Desa Memakai tradisi kuno dengan sebutan terhadap petugas desa sebagai Lurah, Carik, Kamituwo, Kebayan, Jogotirto, Jogoboyo dan Modin.

  1. Adanya UU. No. 5 Tahun 1979

Banyak perubahan terjadi pada struktur Pemerintah Desa yang secara Nasional desa-desa di Indonesia diseragamkan,  sebutan pamong desa dikenal dengan perangkat desa  yang antara lainperubahan nama-nama jabatan  Kepala Desa (Masa jabatan 8 tahun), Sekretaris Desa, Kepala Urusan dan Kepala Dusun sampai sekarang ini.Sedangkan lembaga legislatif adalah Lembaga Musyawarah Desa (LMD).

  1. Desa  berdasarkan UU. No. 5 Tahun 1999

    Hal yang menonjol pada masa ini, adalah Jabatan kepala desa menjadi 2 Kali 5 tahun atau 10 (sepuluh) tahun. Sedangkan Legislatif pada Era ini adalah Badan Perwakilan Desa (BPD).

  1. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004

    Masa jabatan Kepala desa menjadai 6 tahun, dan Sekretaris Desa diisi dari pegawai negeri sipil yang ada di Kabupaten /Kota. Sedangkan BPD beralih menjadi Badan Permusyawaratan Desa.

  1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014

    Masa jabatan Kepala desa menjadai 6 tahun, dan Sekretaris Desa diisi dari pegawai negeri sipil yang ada di Kabupaten /Kota.Sedangkan BPD beralih menjadi Badan Permusyawaratan Desa.

 

  • Kepemimpinan  Desa

          Sejarah perjalanan tampuk Kepemimpinan/Kepala Desa yang pernah di lalui Desa Srimulyo adalah sebagai berikut :

  1. Pada tanggal 09 November 1948 diadakan pemilihan Kepala Desa Pertama dibawah pengawasan Bapak Sumowidjojo (asisten wedono di Gucialit), dan yang terpilih sebagai Kepala Desa adalah Bapak Boeamin (Kepala Mandor Perkebunan). Selanjutnya pada tanggal 13 November 1948 diadakan rapat di Loji kebesaran untuk melengkapi Perangkat Pemerintahan Desa (Pamong Desa)
  2. Karena Kepala Desa yang pertama mengundurkan diri, maka pada tanggal 10 Juli 1967 di adakan Pemilihan Kepala Desa dan yang terpilih adalah Bapak Sutomo (semula adalah Kepetengan) sampai pada tahun 1990 Bapak Sutomo lengser jabatan karena usia sudah lanjut.
  3. Pada tanggal 01 Mei 1990 di adakan Pemilihan Kepala Desa yang ke III (tiga), dan yang terpilih adalah Bapak Susensiantoro. Selanjutnya pada Pemilihan Kepala Desa Periode berikutnya terpilih kembali menjadi Kepala Desa dan menjabat untuk yang kedua kalinya.
  4. Pada tanggal 27 Mei 2007 – 27 Mei 2013 di adakan Pemilihan Kepala Desa yang ke IV (empat) dan yang terpilih adalah Bapak Dumadi.
  5. Pada tanggal 06 April 2013 di adakan Pemilihan Kepala Desa yang ke V (lima) dan yang terpilih adalah Bapak Bandot Suprastiyo. Sampai tahun 2019.
  6. Pada tanggal 26 Juni 2019 di adakan Pemilihan Kepala Desa yang ke VI (enam) dan yang terpilih adalah Bapak M.Muklis sampai sekarang.
  • Pembangunan Desa

      Kebijakan pembagunan desa yang menyolok pada saat pemerintahan orde baru adalah sangat ditentukan oleh swadaya kemandirian masyarakat warga desa yang di dukung adanya dana subsidi Pemerintah Pusat yang setiap tahun diberikan. Berbeda dengan sekarang dengan adanya UU Nomor 33 Tahun 2004 yang mengatur keseimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, desa mendapatkan kucuran Dana ADD bagian dari DAU Pemerintah Kabupaten dari Pemerintah Pusat.